FISIPERS – Isu terkait literasi belakangan menjadi atensi dari berbagai pihak, tak terkecuali pada mahasiswa sendiri. Lewat salah satu riset oleh Program for International Student Assessment (PISA) yang diselenggarakan oleh The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), Indonesia menjadi bagian dari 10 negara yang memiliki tingkat literasi rendah di tahun 2019, di peringkat 62 dari 70 negara.
Hal ini kemudian menjadi urgensi penting bagi generasi muda dalam mempelopori dan bergerak bersama untuk menyalakan kembali keinginan serta semangat berliterasi dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam ranah kuliah sendiri, literasi merupakan kegiatan yang sangat dekat dengan mahasiswa. Mereka dituntut untuk bisa mengakses dan membaca berbagai macam bentuk penelitian serta kajian-kajian kasus sebagai penunjang proses perkuliahan, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Namun, keadaan di lapangan menyatakan sebaliknya. Masih banyak mahasiswa yang kurang dalam memiliki minat untuk berliterasi.

Hal ini, menjadi alasan di balik hadirnya Laboratorium Intelektual (Labintelek) Humanawa. Labintelek merupakan sebuah ruang untuk berliterasi serta sarana untuk mengkaji isu kemanusiaan dengan pendekatan kritis melalui rumpun ilmu sosial dan humaniora. Humanawa dibentuk oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Mulawarman yakni Zain Aqil Hidayat, Davynalia Putri, serta beberapa teman lainnya. Lapak baca ini dapat dikunjungi setiap hari Selasa-Kamis pada pukul 16.00-18.00 WITA di Taman Universitas Mulawarman (Unmul).
Zain, selaku koordinator dari Labintelek Humanawa menjelaskan bahwa ia memiliki mimpi pribadi untuk membuka lapak baca dengan melihat kondisi di sekitar, mengingat masih banyak teman-temannya yang kurang memiliki minat dalam kegiatan literasi.

“Sebenarnya ini adalah mimpi pribadi. Saya jarang melihat ada yang ngelapak, apalagi saya adalah seseorang dari prodi sastra, kok sedikit ya yang ngelapak. Teman-teman komunitas di Samarinda memang ada yang membuka hal demikian, tetapi biasanya tidak langsung di dalam kampus. Jadi, ya, kenapa enggak kalau kita buka di dalam kampus. Kalau bisa menggaet minat baca lewat masing-masing tema dan judul buku yang kita lapakkan,” papar Zain pada Selasa (16/08/23) sore lalu.
Davynalia pun turut menambahkan, di samping urgensi yang telah dipaparkan oleh Zain, Ia menyebutkan bahwa hadirnya Labintelek Humanawa merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap literasi serta identitas dari mana mereka berasal sebagai mahasiswa sastra. Ia menambahkan bahwa dengan hadirnya ruang tersebut dapat menjadi wadah untuk bisa menemukan ide-ide lain dan melahirkan jenis-jenis riset selanjutnya.
Humanawa sendiri memiliki arti, Huma artinya Human atau manusia, sedangkan Manawa artinya anak-anak adam.
Labintelek Humanawa juga memiliki maskotnya tersendiri, yakni kucing yang terdapat pada logo mereka. Kucing menjadi pilihan maskot dengan alasan untuk bisa memanusiakan manusia, tidak hanya berpatok pada manusia itu sendiri, melainkan kepada makhluk hidup yang ada di sekitar manusia pula.
Adapun sebutan bagi para pembaca yang datang, Labintelek Humanawa menyebutnya Manawans.

Labintelek Humanawa menghadirkan berbagai buku dengan fokus yang berbeda, ada yang berjenis Sastra-Fiksi, serta Non-Fiksi, seperti Filsafat Ilmu, Biografi Tan Malaka dan Agus Salim, serta Madilog.
Mereka berencana akan menghadirkan buku-buku sesuai dengan permasalahan atau isu yang terdapat di sebuah bulan, pada bulan Agustus mereka mengangkat berbagai buku menyoal proklamasi misalnya. Kemudian, di bulan-bulan berikutnya akan menyesuaikan. Namun, tidak menutup kemungkinan beberapa buku yang sama kembali ada di lapak baca.
Bagi manawans yang tertarik pada satu buku, namun tidak memiliki waktu yang cukup dalam satu hari, dapat kembali datang ke Humanawa di hari berikutnya. Buku yang tersedia sementara ini merupakan koleksi pribadi para pendiri Humanawa, namun sudah ada beberapa pihak yang ingin ikut menyumbangkan buku serupa untuk mereka.

Selain menghadirkan berbagai buku untuk dibaca, mereka juga menginginkan kedepannya terdapat interaksi antara pembaca dengan koordinator Humanawa.
Hal ini dilakukan agar Manawans tidak menjadi pembaca yang pasif serta dapat saling bertukar informasi perihal buku yang telah dibaca. Paling tidak, dapat mengetahui isu serta permasalahan kemanusiaan apa saja yang pernah terjadi di Indonesia.
Saat dikunjungi awak Fisipers Selasa (16/08/23) kemarin, Labintelek Humanawa baru mengadakan lapak baca pertama kali. Belum banyak yang mengetahui bahwa di Unmul terdapat lapak baca yang menyuguhkan berbagai jenis buku terkait isu kemanusiaan.
Davynalia mengungkapkan harapannya untuk Humanawa, Ia berharap kedepannya dapat lebih dikenal oleh sekitar dan setidaknya bisa sama-sama mengetahui isu-isu kemanusiaan yang terdapat di Indonesia lewat literasi. (qcr/yhk/wsd/asep)