Lagu “Dewi” oleh Alexa menjadi populer akhir-akhir ini di media sosial. Lagu ini menggambarkan keinginan seseorang agar pasangannya membuka hati untuknya. Dewi merepresentasikan sosok perempuan yang memikat lelaki, baik secara fisik maupun emosional. Bahkan, Hawa diciptakan untuk menemani Adam sebagai pasangannya. Inilah sebabnya banyak pendengar merasa ‘disayang’ saat mendengarnya.
Dewi mencerminkan perasaan seseorang yang sangat mencintai sosok perempuan, menggambarkan betapa istimewanya perempuan tersebut dalam hidupnya. Pada intinya, Dewi benar-benar menjelaskan cinta yang tulus tanpa menitikberatkan pada nafsu yang terlibat dalam perasaannya. Namun, mengapa kini marak kasus kekerasan seksual terhadap perempuan? Banyak perempuan yang dilecehkan oleh pasangan, teman, maupun orang asing. Bukankah perempuan seharusnya dicintai dan dimuliakan dengan sebaik-baiknya?
Keterkaitan antara lagu “Dewi” dan permasalahan kekerasan seksual pada perempuan terletak pada kontradiksi antara penggambaran cinta yang tulus dan kenyataan pahit yang dihadapi banyak perempuan. Meskipun lagu ini merayakan keindahan dan keistimewaan perempuan, realitas di kehidupan menunjukkan bahwa banyak perempuan justru menjadi korban kekerasan dan pelecehan.
Pelecehan seksual mencakup berbagai bentuk tindakan yang tidak pantas, antara lain perkosaan, intimidasi terhadap korban, siulan dan godaan, serta sentuhan tanpa persetujuan dari pihak yang menjadi korban. Selain itu, pelecehan seksual juga dapat terjadi dalam bentuk komentar seksual yang tidak diinginkan, pengiriman pesan atau gambar yang bersifat seksual, serta pemaksaan untuk melakukan aktivitas seksual. Menurut data dari Komisi Nasional Perempuan, kasus pelecehan seksual di Indonesia terus meningkat, menunjukkan perlunya kesadaran dan tindakan yang lebih serius untuk melindungi korban dan mencegah tindakan tersebut.
Salah satu contoh kasus yang sering terjadi ialah pasangan yang mengalami kekerasan fisik dan manipulasi emosional, dimana pelaku menggunakan kalimat seperti, “Jika kamu mencintaiku, kamu harus berhubungan seksual denganku.” Banyak perempuan yang percaya bahwa pasangan mereka akan mencintai dan memberikan perlindungan yang aman. Namun, ketika pasangan mereka melakukan pelecehan dan merendahkan martabatnya, kepercayaan tersebut hancur, dan perempuan tersebut dapat mengalami trauma yang mendalam. Kasus-kasus pelecehan ini tidak hanya terjadi dalam konteks hubungan pribadi, tetapi juga merambah ke lingkungan profesional dan sosial, menunjukkan bahwa perempuan sering kali menjadi korban di berbagai aspek kehidupan mereka.
Setelah kasus pelecehan yang dilakukan oleh Dokter Residen PPDS Anestesi di TSHS Bandung, Priguna Anugerah Pratama, kini muncul kembali kasus pelecehan oleh Dokter Kandungan di Garut, yang melakukan pelecehan saat pemeriksaan USG, bernama Muhammad Syafril Firdaus. Lebih gilanya lagi, mahasiswa Universitas Mataram, Farhan Rifqi Yulianta, menyamar sebagai perempuan untuk menyelinap di shaf wanita di Masjid Islamic Center NTB.
Situasi ini jelas menimbulkan ketakutan dan kecemasan di kalangan perempuan. Meskipun berada di tempat yang seharusnya aman, banyak perempuan masih merasakan ketidaknyamanan. Keinginan untuk berpakaian dan berdandan sesuai keinginan mereka tidak serta merta menghilangkan risiko dari pandangan pria yang memiliki niat buruk. Ironisnya, bahkan ketika mengenakan pakaian yang tertutup sekalipun, perempuan masih bisa menjadi sasaran catcalling. Hal ini menunjukkan bahwa masalah ini bukan hanya tentang cara berpakaian, tetapi juga mencerminkan sikap dan perilaku yang perlu diubah dalam masyarakat. Perlu ada kesadaran kolektif untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan menghormati bagi semua perempuan.
Oleh karena itu, saya mengajak seluruh perempuan Indonesia untuk bersatu, melawan, dan merebut kembali hak-hak mereka. Jika terjadi pelecehan, lawanlah. Jika sudah terjadi, suarakanlah. Jika laki-laki tidak boleh ditindas, maka perempuan juga tidak boleh tertindas. Perempuan harus berani melawan untuk mencapai kualitas hidup yang baik dan merasa aman dalam segala aspek kehidupan. Saya sangat berharap agar perempuan di seluruh dunia dapat hidup dalam keadaan aman, nyaman, serta mendapatkan kasih sayang yang sepatutnya.
Penulis: Ginaninta Ratna Dewanti
Program Studi: Administrasi Publik (2024)