FISIPERS – Gelombang aksi protes mahasiswa mengguncang Samarinda pada Kamis sore, (22/08/2024). Ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar unjuk rasa di depan gerbang Universitas Mulawarman (Unmul). Aksi ini memprotes rencana revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang dinilai sebagai bentuk pembangkangan konstitusi oleh Presiden Joko Widodo dan partai-partai pendukungnya, termasuk Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM+).
Dalam aksi yang dipimpin oleh aliansi Mahasiswa Kalimantan Timur Bergerak (MAKARA), para demonstran dengan tegas menolak upaya pengabaian terhadap dua putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) yang dianggap mengancam integritas Pemilihan Kepala Daerah 2024 (Pilkada 2024).

“Ini bukan hanya soal Pilkada, ini soal keadilan dan masa depan demokrasi kita,” ujar Muhammad Yuga, Koordinator Lapangan Aksi sekaligus mahasiswa Fakultas Hukum Unmul. Dalam orasinya, Yuga mengkritik tajam tindakan pemerintah yang ia anggap sebagai upaya mencederai demokrasi demi mempertahankan kekuasaan dinasti politik.
Yuga juga menyampaikan enam tuntutan utama yang menjadi fokus aksi tersebut:
- Stop Komersialisasi Pendidikan – Mahasiswa menuntut agar pendidikan tidak diperlakukan sebagai komoditas dan tetap terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
- Tolak Revisi Undang-Undang TNI dan Polri – Mereka menolak revisi yang dianggap akan memperburuk pengaturan dan hubungan TNI serta Polri.
- Sahkan RUU Masyarakat Adat – Mahasiswa mendesak agar RUU Masyarakat Adat segera disahkan untuk melindungi hak-hak masyarakat adat.
- Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu dan Masa Sekarang – Mereka menuntut penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan.
- Tolak Revisi Undang-Undang Penyiaran – Menolak revisi yang dianggap akan merugikan kebebasan pers dan penyiaran.
- Reforma Agraria Sejati – Mengharapkan adanya perubahan substansial dalam reformasi agraria untuk keadilan tanah.

Aksi ini menarik perhatian luas dari berbagai kalangan masyarakat, termasuk aktivis, buruh, dan influencer. Diikuti oleh berbagai organisasi mahasiswa di Samarinda, Kaltim. Mulai dari sejumlah BEM fakultas di Unmul, Aksi Kamisan, dan lainnya.
Di media sosial, unggahan bergambar garuda berlatar biru dengan tulisan “Peringatan Darurat” juga viral, menandai kekecewaan besar terhadap DPR yang dianggap sebagai aktor utama pembangkangan konstitusi ini.
Salah satu tuntutan utama dalam aksi tersebut adalah penghentian rencana revisi UU Pilkada, yang menurut mahasiswa, akan menghapus keadilan dan kesetaraan dalam proses pencalonan kepala daerah. Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024, yang memberikan keadilan dalam syarat ambang batas partai dan penghitungan usia calon kepala daerah, kini terancam diabaikan oleh DPR.
Muhammad Adi Jambia, perwakilan dari DPM Fakultas Hukum Unmul, menegaskan bahwa aksi ini bukanlah gerakan politik yang dimotori oleh partai manapun.
“Kami bergerak atas kesadaran kolektif untuk mempertahankan integritas hukum dan demokrasi. Pemerintah harus tahu bahwa mahasiswa dan masyarakat tidak akan tinggal diam saat konstitusi diacak-acak,” ujarnya saat diwawancarai oleh awak FISIPERS.

Aksi ini juga diwarnai dengan pembakaran ban dan blokade jalan di ruas Jalan M Yamin, yang memaksa pengalihan arus lalu lintas melalui gerbang Unmul. Meski hujan rintik-rintik mulai turun, jumlah demonstran justru terus bertambah.
Agung Juniarto, mahasiswa Ilmu Pemerintahan FISIP Unmul, menyatakan bahwa situasi demokrasi Indonesia saat ini berada di ambang krisis. “Demokrasi yang kita perjuangkan selama ini sedang dirusak dari dalam. Jika DPR melawan keputusan MK, itu akan menjadi noda hitam dalam sejarah hukum dan demokrasi kita,” tegasnya.
Para demonstran menuntut agar DPR menghentikan rencana revisi UU Pilkada dan menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi. Mereka juga menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat untuk bersatu dan mengawal keadilan serta supremasi hukum di Indonesia.
Aksi ini menandai titik balik dalam gerakan mahasiswa di Kalimantan Timur, yang kini semakin aktif dan vokal dalam menghadapi tantangan-tantangan besar terhadap demokrasi dan konstitusi di Indonesia.
(nms/emf)